Rabu, 12 Juni 2013

ASKEP MENARIK DIRI

ASUHAN KEPERAWATAN
KLIEN NY.D. DENGAN MASALAH UTAMA : MENARIK DIRI
DI
RUMAH SAKIT JIWA PUSAT JAKARTA

   KATA PENGANTAR
   
    Puji syukur kehadirat Tuhan atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah “Asuhan Keperawatan Klien S Dengan Masalah Utama Halusinasi Dengar”.
    Dalam penyelesaian masalah ini kami mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, maka kesempatan ini kami mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepeda :
1.    Ibu Netty Herawaty, Skp, M..App.Sc. selaku Koordinator Mata Ajaran Keperawatan Jiwa
2.    Ibu. Budi Anna Keliat, Skp. M.App.Sc, selaku Pembimbing dan Tim Mata Ajaran Keperawatan Jiwa.
3.    Kapala Ruangan dan Staf Ruang Perkutut Rumah Sakit Jiwa, Jakarta.
4.    Rekan-rekan Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia yang mengikuti Mata Ajaran Keperawatan Jiwa.
    Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, makalah ini tentu masih jauh dari sempurna, maka kami  mengharapkan kritik dan saran sehingga dapat lebih menyempurnakannya.
   
    Surabaya, Oktober 2002
    Penulis

    BAB I
    PENDAHULUAN
   
    A. Latar Belakang
        Halusinasi merupakan akibat adanya gangguan dalam proses berpikir dan orientasi realitas. Individu tidak mampu membedakan rangsangan internal dan eksternal. Halusinasi didefinisikan sebagai persepsi sensori dari suatu obyek tanpa adanya suatu rangsangan dari luar. Gangguan persepsi ini meliputi seluruh panca indra.
        Disfungsi yang terjadi pada halusinasi menggambarkan hilangnya kemampuan menilai realitas, klien hidup dalam dunianya sendiri dan merasa terganggu dalam interaksi sosialnya sehingga menyebabkan gangguan berhubungan sosial, komunikasi  susah, dan kadang-kadang membahayakan diri klien, orang lain maupun lingkungan, menunjukan bahwa klien memerlukan pendekatan asuhan keperawatan secara intensif dan komprenhensif.
        Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di ruang Perkutut, terdapat  70 % (dari 24 klien) yang  mengalami halusinasi. Masalah keperawatan yang ada, yakni klien belum tahu bagaimana cara mengontrol halusinasinya, klien menunjukan perilaku menarik diri, hubungan interpersonal dan komunikasi kurang sebagai dampak dari timbulnya halusinasi.
        Menilik kondisi tersbut di atas kami kelompok terdorong mengambil topik “Asuhan Keperawatan Klien S. dengan Masalah Utama Halusinasi Dengar “ dengan harapan dapat bersama-sama tim keperawatan ruang Perkutut pada khususnya untuk memberikan asuhan keperawatan klien halusinasi.
       
    B. Tujuan
        Tujuan kelompok mahasiswa merawat klies S., melakukan seminar dan menulis laporan studi kasus adalah :
•    Mengerti  asuhan keperawatan klien halusinasi berdasarkan konsep dan teori yang benar.
•    Menerapkan asuhan keperawatan klien halusinasi
•    Menyebarluaskan asuhan keperawatan yang telah dilakukan kepada klien dengan halusinasi dengar.
   
    C. Proses Penyusunan Makalah
        Berdasarkan hasil pengamatan kelompok di ruang Perkutut, sebagian besar klien di ruang tersebut banyak yang menarik diri. Dan setelah dikaji klien banyak mengalami halusinasi dengar. Selanjutnya kelompok tertarik dan memilih kasus klien dengan halusinasi, khususnya halusinasi dengar.
        Selanjutnya, kelompok menyiapkan diri dengan mempelajari konsep-konsep yang berhubungan dengan kasus halusinasi dengar, memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif pada klien berdasarkan konsep yang telah dipelajari, mempresentasikan pada seminar, dan menulis seluruh hasilnya pada makalah atau laporan ini.

    BAB II
    GAMBARAN KASUS
   
    A. Pengkajian   
        Tn. S. , laki-laki, usia 40 tahun, pendidikan terakhir SMP kelas III, status menikah tidak mempunyai anak, pernah bekerja di Koperasi Simpan Pinjam selama 3 tahun, kemudian keluar karena merasa jenuh / bosan, kemudian bekerja di bengkel bubut selama 1 tahun, kemudian keluar karena klien merasa capek. Setelah itu klien tidak bekerja. Klien beragama Islam, suku jawa. Klien merupakan anak ke 4 dari 8 bersaudara.
        Klien dibawa ke Rumah Sakit Jiwa Jakarta pada bulan Pebruari 1994 dengan keluhan klien sering menyendiri, melamun, marah-marah, yaitu dengan membanting gelas, piring karena disuruh roh halus yang membisiki ditelinganya.
        Klien dirawat di RSJ Jakarta untuk keempat kalinya dengan masalah atau keluhan utama yang sama. Dari RSJ Jakarta  klien dinyatakan sembuh, tetapi sampai di rumah kambuh lagi, lalu keluarga membawanya ke RSJ Jakarta.
    Sebelum dirawat di RSJP. Jakarta, 10 tahun yang lalu klien mengalami kecelakaan ketika mengendarai sepeda motor. Menurut klien waktu itu ada yang mendorong dari belakang sehingga klien terjatuh. Kemudian klien dirawat di RSU Pekalongan - Jawa Tengah dan dilakukan operasi pada lengan bawah karena patah.
        Dari hasil observasi tanggal 10 April 1997 sampai dengan 24 April 1997, klien sering menyendiri, tidur di tempat tidur, jarang berinteraksi dengan klien lainnya. Klien cenderung diam, mendengarkan pembicaraan orang lain dalam berinteraksi, klien tampak putus asa. Klien memberikan jawaban bila ditanya oleh perawat, meskipun jawabannya singkat, jarang membicarakan masalahnya dengan orang lain. Pada saat tiduran kadang sepertinya klien mendengar sesuatu, mulut komat-kamit, dan kadang-kadang tersenyum sendiri. Penampilan diri klien : rambut tidak disisir rapih, gigi kotor, pakaian kusut, klien malas mandi,  klien mandi satu kali sehari, gosok gigi jarang, ganti pakaian dua hari sekali, mencuci rambut seminggu sekali, kulit agak kotor, rambut kotor, kuku panjang dan hitam. Jarang melakukan aktifitas.
        Pada pengkajian keluarga: keluarga mengatakan belum bisa merawat klien dengan halusinasi, dengan marah, dengan menarik diri, dan gangguan kebersihan diri. (Pengkajian lengkapnya ada di lampiran)
   
    B. Masalah Kperawatan
    Dari data diatas dapat dirumuskan masalah keperawatan sebagai berikut:
    Halusinasi dengar
    Data Subyektif:  Klien mengatakan :
•    Sering mendengar suara-suara, terutama kalau sedang melamun, menjelang tidur.
•    Saya dibawa ke rumahh sakit karena membanting gelas dan piring karena disuruh oleh roh halus.
•    “Bolehkah saya berteman dengan roh halus karena ia yang sering mengajak saya berbicara ?”
   
    Data Obyektif :
•    Klien tampak sedang mendengar sesuatu.
•    Klien sering senyum sendiri, mulut komat-kamit
   
    Gangguan hubungan sosial : Isolasi sosial
    Data Subyektif : Klien mengatakan:
•    Sering tiduran di tempat tidur dan jarang berbicara dengan klien lain atau perawat.
•    Bila berinteraksi klien lebih suka diam dan mendengarkan pembicaraan.
•    Jarang membicarakan masalahnya dengan  orang lain.
    Data Obyektif:
•    Klien sering tiduran, bengong di tempat tidur, melamun
•    Klien tampak putus asa
   
    Gangguan kebersihan diri
    Data Subyekti : Klien mengatakan:
•    Mandi sehari sekali, kadang-kadang dua hari sekali, mencuci rambut seminggu sekali, mengganti pakaian dua hari sekali.
   
    Data Obyektif :
•    Kulit agak kotor, rambut kotor tidak disisir, gigi kotor, pakaian kusut, kuku panjang dan hitam.
   
    Kurangnya minat
    Data Subyektif : Klien mangatakan:
•    Malas untuk mandi, mencuci rambut, memotong kuku, menggosok gigi.
   
    Data Obyektif:
•    Klian banyak tiduran di tempat tidur
•    Bila klien disuruh mandi, klien menunda-nunda untuk mandi.
   
   
    Potensial melukai diri sendiri dan orang lain.
    Data Subyektif : Klien mengatakan:
•    Saya di bawa ke rumah sakit karena membanting gelas dan piring karena disuruh oleh roh halus.
•    Klien mendengar suara-suara yang mengancam, yaitu: “saya tidak takut sama kamu !” Klien juga menjawab: “Saya juga tidak takut pada kamu !”
   
    Potensial amuk
    Data Subyektif : Klien mengatakan :
•    Kalau di rumah pernah mengamuk
•    Jika kesal berdiam diri dan masuk ke kamar
•    Klien tidak tahu cara mengatasi marah yang baik.

    C. Pohon Masalah (Problem Tree)
   
Melukai diri sendiri , orang lain
dan lingkungan        Gangguan kebersihan diri

    Halusinasi dengar
    (Core Problem)
   
   
    Menarik diri
   
   
    Harga diri rendah

BAB III
TINJAUAN TEORI


A. Proses Terjadinya Halusinasi
    Halusinasi dapat terjadi oleh karena berbagai faktor diantaranya gangguan mental organik, harga diri rendah, menarik diri, sidrome putus obat, keracunan obat, gangguan afektif dan gangguan tidur.
    Halusinasi klien timbul karena perubahan hubungan sosial. Perkembangan sosial yang tidak adekuat menyebabkan kegagalan individu untuk belajar dan mempertahankan komunikasi dengan orang lain. Akibatnya klien cenderung memisahkan diri dan hanya terlibat dengan pikirannya sendiri yang tidak memerlukan kontrol orang lain. Sehingga timbulnya kesepian, isolasi sosial, hubungan yang dangkal dan tergantung (Haber, 1987).
Akibat dari menikmati suara-suara yang didengar, maka klien S. hanya terlibat dalam pikirannya sendiri, sehingga klien malas atau kurang berminat dalam melaksanakan aktifitas sehari-hari seperti; kebersihan diri, makan, dan lain-lain.
    Pada klien S. terjadi halusinasi dengar, hal ini disebabkan oleh karena klien mempunyai riwayat putus cinta dengan kekasihnya satu kali, kemudian  oleh keluarga klien dinikahkan. Setelah menikah selama tiga bulan, isteri meninggalkannya dan klien S. merasa sangat kecewa, sering menyendiri, melamun, tak mau makan kemudian klien dirawat di rumah sakit jiwa Jakarta selama 8 bulan.
Hal ini sesuai dengan proses terjadinya halusinasi pada fase pertama yang diungkapkan oleh Haber, Dkk, 1982. Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan yang terpisah, kesepian. Klien mungkin melamun atau memfokuskan pikiran pada hal yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stres . Cara ini menolong sementara, klien masih dapat mengontrol kesadarannya dan mengenal pikirannya namun intensitas persepsi meningkat.
    Setelah delapan bulan dirawat, klien dinyatakan sembuh dan boleh pulang. Pada saat di rumah, klien mangalami kecelakaan saat mengendarai sepeda motor kemudian dirawat di rumah sakit. Setelah keluar dari rumah sakit, beberapa hari kemudian klien mulai melamun dan mendengar suara-suara yang mengatakan  atau menyuruh dia melemparkan gelas dan piring. Gejala-gejala pada klien S. ini menunjukan bahwa klien mengalami gejala halusinasi fase ke dua, yaitu dimana klien berada pada tingkat listening, pemikiran internal lebih menonjol seperti gambaran suara dan sensasi.
    Satu bulan yang lalu klien mendengar suara-suara tersebut dan klien menanyakan kepada perawat apakah boleh berteman dengan roh halus, karena dia yang sering mengajaknya berbicara. Sesuai dengan tahapan halusinasi, klien berada pada fase ketiga, yaitu halusinasi lebih menonjol, menguasai,  halusinasi memberikan kesenangan tersendiri dan rasa aman yang sementara.
Dan selanjutnya klien memasuki fase keempat yaitu dengan gejala halusinasi bersifat mengancam yaitu klien mendengar suara-suara “ Saya tidak takut sama kamu !”. Lalu klien S. menjawab “ Saya juga tidak takut sama kamu !”
    Dengan adanya halusinasi ini, maka masalah yang timbul pada klien S. adalah potensial amuk, potensial melukai diri sendiri dan orang lain, gangguan kebersihan diri, gangguan ADL. Klien cenderung menarik diri, tersenyum dan berbicara sendiri.
    Akibatnya ia tidak dapat memberi respon emosional yang adekuat, klien tampak bisar, tidak sesuai (Fortinash, 1991; Benner, 1989; Hater,1987). Potensial melukai diri sendiri dan orang lain, potensial amuk dapat terjadi pada klien S, karena klien S. mendengar suara-suara yang bersifat mengancam, mengejek, klien S disuruh oleh roh halus untuk membanting piring dan gelas.

B. Masalah Keperawatan
Dari masalah-masalah itu ditemukan masalah keperawatan sejumlah sebelas buah, yaitu :
1.    Gangguan orientasi realitas
2.    Gangguan hubungan interpersonal : Menarik diri
3.    Gangguan komunikasi verbal dan nonverbal
4.    Koping individu tidak efektif
5.    Gangguan persepsi: Halusinasi dengar
6.    Gangguan perawatan mandiri
7.    Koping keluarga tidak efektif
8.    Potensial melukai diri sendiri dan orang lain
9.    Potensial amuk
10.    Potensial gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
11.    Potensial kambuh

Pada klien S. ini timbul masalah keperawatan sebagai berikut:
1.    Potensial melukai diri sendiri dan orang lain
2.    Menarik diri
3.    Potensial amuk
4.    Kurangnya minat terhadap kebersihan diri
5.    Potensial kambuh.

C. Tindakan Keperawatan untuk semua masalah kepada klien
Adapun tindakan keperawatan pada klien S adalah sebagai berikut :
Masalah Keperawatan  1
Halusinasi dengar.
Tujuan jangka panjang :
Klien dapat mengontrol halusinasinya dan tidak melukai diri sendiri  atau orang lain.

Rencana tindakannya :
Psikoterapeutik:
•    Adakan kontak yang sering dan singkat
•    Observasi tingkah laku verbal dan nonverbal yang berhubungan dengan halusinasi
•    Berikan kesempatan kepada klien mengungkapkan apa yang dirasakan klien sesuai dengan respon verbal dan nonverbal klien.
•    Terima halusinasi sebagai hal yang nyata  bagi klien dan berikan pendapat bahwa halusinasi tidak nyata pada perawat.
•    Ajukan pertanyaan terbuka yang membutuhkan jawaban luas.

Kegiatan sehari-hari (Actifity Daily Living)
•    Bersama klien membuat jadwal aktifitas untuk menghidari kesendirian
•    Bersama klien mendiskusikan cara mengontrol halusinasi dengar: seperti bergabung dengan orang lain utnuk bercakap-cakap, nonton TV, mengikuti kegiatan TAK aktifitas group.
•    Bimbing klien pada kegiatan yang disukai

Psikofarmaka
•    Diskusikan dengan klien dan keluarganya tentang terapi obat  serta efek samping yang timbul.
•    Berikan obat-obatan dengan prinsip lima benar.
•    Dampingi klien saat minum obat
•    Yakinkan bahwa obat telah diminum oleh klien.
•    Berikan reinforcement posistif, bila klien minum obat dengan teratur.
•    Lakukan pencatatan setelah pemberian obat.

Terapi Lingkungan
•    Sediakan alat penunjuk waktu : jam dinding dan kelender.
•    Beri tanda / nama di ruangan klien
•    Panggilah klien sesuai nama panggilan yang disukai klien
•    Petugas memakai papan nama.
•    Kenalkan nama setiap beriteraksi dengan klien
•    Dampingi klien dalam kegiatan kelompok secara bertahap
•    Tingkatkan respon klien pada realita dengan cara menunjukan kelender, jam, nama ruang.

Pendidikan Kesehatan :
•    Mendiskusikan bersama klien tentang faktor pencetus timbulnya halusinasi.
•    Anjurkan klien untuk melaporkan pada perawat jika timbul halusinasi
•    Beri informasi pada klien termpat klien minta bantuan apabila sulit mengendalikan diri saat halusinasi timbul.
•    Jelaskan pada klien tanda-tanda halusinasi, cara mengatasi, situasi yang menimbulkan halusinasi serta fasilitas yang dapat digunakan apabila mengalami kesulitan.

Masalah keperawatan 2:
Isolasi sosial  sehubungan dengan menarik diri
Tujuan jangka panjang :
Klien tidak menarik diri dan berinteraksi dengan orang lain
Rencana tindakannya:
Psikoterapeutik
•    Bina hubungan saling percaya
•    Dengarkan apa yang diungkapkan oleh klien
•    Lakukan kontak yang sering dan singkat
•    Support dan anjurkan klien untuk berkomunikasi dengan perawat bila ada sesuatu yang dipikirkan.
•    Berikan reinforcement positif
•    Dorong klien untuk melihat hal-hal yang positif tentang dirinya.

Kegiatan sehari-hari (ADL)
•    Batasi klien untuk tidak melamun / menyendiri dengan cara libatkan klien dalam aktifitas rutin di ruangan, misalnya menyiapkan makanan, menyapu, merapikan tempat tidur, mencuci piring.

Psikofarmaka
•    Diskusikan dengan klien dan keluarganya tentang terapi obat  serta efek samping yang timbul.
•    Berikan obat-obatan dengan prinsip lima benar.
•    Dampingi klien saat minum obat
•    Yakinkan bahwa obat telah diminum oleh klien.
•    Berikan reinforcement posistif, bila klien minum obat dengan teratur.
•    Lakukan pencatatan setelah pemberian obat.

Terapi Lingkungan
•    Anjurkan klien untuk berkenalan dengan orang lain, satu kali tiap hari.
•    Diskusikan cara berinteraksi lebih lanjut.
•    Temani klien dengan berada di samping klien mulai dari diam sampai berkomunikasi verbal sederhana, bertahap sesuai dengan kemampuan klien.
•    Libatkan klien dalam berinteraksi kelompok yang dilakukan secara bertahap dari kelompok yang kecil sampai kelompok yang besar.
•    Libatkan klien dalam kegiatan aktifitas kelompok (TAK: Sosialisi)
•    Sediakan sarana informasi dan hiburan seperti majalah, surat  kabar, TV.

Pendidikan Kesehatan
•    Libatkan  keluarga untuk selalu untuk selalu kontak dengan klien, misalnya keluarga mengunjungi klien minimal satu seminggu.
•    Mengajarkan klien cara berkenalan pada klien lain.
•    Diskusikan dengan klien peristiwa yang menyebabkan menarik diri
•    Memberikan penjelasan kepada keluarga tentang cara merawat klien dengan menarik diri
•    Anjurkan pada keluarga mengikutisertakan klien dalam keluarga dan lingkungan masyarakat.
•    Berikan penjelasan pentingnya minum obat secara  teratur pada klien dan keluarga.

Masalah Kepererawatan 3
Ketidakmampuan mengungkapkan cara marah yang konstruktif.
Tujuan jangka panjang :
Klien tidak amuk dan dapat mengungkapkan marah yang konstruktif
Rencana tindakannya:
Psikoterapeutik
•    Berespons terhadap respons verbal dan nonverbal klien dengan sikap yang tenang dan tidak mengancam
•    Berikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan marah.
•    Anjurkan klien untuk mengungkapkan cara-cara mengekspresikan marah yang dilakukan selama ini.

Kegiatan sehari-hari (ADL)
•    Anjurkan klien untuk makan makanan yang telah disajikan.
•    Anjurkan klien untuk menyalurkan energi dengan melakukan kegiatan yang bermanfaat seperti mengepel lantai, membersihkan got, merapihkan tempat tidur, membersihkan kamar mandi, bersihkan taman, dan lain-lain.
•    Buat jadwal bersama klien tantang kegiatan yang disenangi.

Psikofarmaka
•    Diskusikan dengan klien dan keluarganya tentang terapi obat  serta efek samping yang timbul.
•    Berikan obat-obatan dengan prinsip lima benar.
•    Dampingi klien saat minum obat
•    Yakinkan bahwa obat telah diminum oleh klien.
•    Berikan reinforcement posistif, bila klien minum obat dengan teratur.
•    Lakukan pencatatan setelah pemberian obat.

Terapi Lingkungan
•    Siapkan ruangan yang akan dipakai untuk perawatan klien
•    Pindahkan alat-alat yang membahayakan klien dan lingkungannya.  seperti benda tajam, dan alat  pecah belah.
•    Orientasi klien pada sarana yang tersedia untuk menyalurkan energi yang berlebihan pada dirinya.

Pendidikan Kesehatan
•    Diskusikan dengan klien tentang cara-cara mengungkapkan marah yang destruktif
•    Diskusikan dengan klien tentang cara-cara mengungkapkan marah yang konstruktif
•    Diskusikan dengan klien tentang tanda-tanda marah yang destruktif
•    Anjurkan klien untuk mengungkapkan cara marah yang konstruktif
•    Diskusikan dengan keluarga tentang tanda-tanda marah
•    Ajarkan cara mengarahkan klien agar mengungkapkan marah secara konstruktif.
•    Anjurkan keluarga untuk menciptakan lungkungan rumah yang baik untuk mengendalikan  klien marah.



Masalah Keperawatan 4
Kurangnya minat terhadap kebersihan diri
Tujuan Jangka Panjang:
Klien berminat dan mampu memelihara kebersihan dirnya
Rencana tindakan
Psikoterpeutik
•    Kaji perasaan klien dan pengetahuan tentang kebersihan diri
•    Berikan dukungan yang posisif terhadap hal-hal yang dicapai oleh klien
•    Support secara terus menerus agar mempertahankan dan meningkatkan kebersihan dirinya.
•    Beri reinforcement positif terhadap hal-hal yang telah dilakukan klien

Kegiatan sehari-hari (ADL)
•    Buat jadwal bersama klien tentang  perawatan diri : mandi, gosok gigi, cuci rambut, potong kuku.
•    Bersama klien menyiapkan alat-alat kebersihan diri.
•    Buat jadwal bersama klien tantang kegiatan kebersihan diri.
•    Mengingatkan klien tentang waktu melakukan kebersihan diri
•    Mengajak klien untuk melakukan kegiatan kebersihan diri sesuai jadwal.

Psikofarmaka
•    Diskusikan dengan klien dan keluarganya tentang terapi obat  serta efek samping yang timbul.
•    Berikan obat-obatan dengan prinsip lima benar.
•    Dampingi klien saat minum obat
•    Yakinkan bahwa obat telah diminum oleh klien.
•    Berikan reinforcement posistif, bila klien minum obat dengan teratur.
•    Lakukan pencatatan setelah pemberian obat.
Terapi lingkungan
•    Libatkan klien dalam terapi aktifitas kelompok (TAK: Kebersihan diri)
•    Orientasikan klien pada fasilitas / sarana untuk kebersihan diri, seperti : kamar mandi, lemari pakaian, washtafel, jemuran handuk.
•    kolaborasi dengan perawat ruangan dan keluarga  untuk mengadakan kebersihan diri: handuk, sabun, sikat gigi, odol, guntuing kuku, dan lain-lain.
•    Bersama klien menciptakan suasana lingkungan yang bersih.
•    Berikan gambar-gambar / poster, lukisan yang mendukung klien untuk kebersihan diri, seperti: Bersih itu sehat, sudah rapikah anda, gambar cara menggosok gigi yang benar.

Pendidikan kesehatan
•    Diskusikan dengan klien tujuan kebersihan diri
•    Diskusikan cara-cara kebersihan diri, antara lain : mandi dua kali dengan sabun, ganti pakaian setiap hari, sikat gigi dengan odol, mencuci rambut dua sampai tiga kali seminggu, potong kuku kalau panjang.
•    Diskusikan cara mandi yang benar.
•    Anjurkan klien ganti baju, celana, gosok gigi  setiap hari
•    Kaji pengetahuan klien tentang kebersihan diri.
•    Diskusikan dengan keluarga tentang kebersihan diri, arti bersih, tanda-tanda bersih, tujuan kebersihan  diri
•    Diskusikan dengan keluarga tentang cara-cara menjaga kebersihan diri.

Masalah Keperawatan 5
Ketidakmampuan keluarga merawat klien di rumah
Tujuan Jangka Panjang :
Klien tidak kambuh
Recana tindakannya :
Psikoterapeutik:
•    Bina hubungan saling percaya dengan keluarga
•    Kaji persepsi keluarga tentang perilaku maldaptif klien
•    Ajak klien untuk mengunjungi sanak keluarga lainnya.
•    Libatkan seluruh anggota keluarga untuk menerima klien apa adanya
•    Libatkan klien dalam pertemuan keluarga.
•    Libatkan klien dalam aktifitas kegiatan di rumah sesuai dengan kemampuan klien
•    Buat jadwal bersama klien (kegiatan yang dapat dilakukan klien)

Kegiatan sehari-hari (ADL)
•    Libatkan klien dalam aktifitas kegiatan di ruangan sesuai dengan kemampuannya.
•    Buatlah jadwal tentang kegiatan yang dapat dilakukan klien di rumah

Psikofarmaka
•    Diskusikan dengan klien dan keluarganya tentang terapi obat  serta efek samping yang timbul.
•    Berikan obat-obatan dengan prinsip lima benar.
•    Dampingi klien saat minum obat
•    Yakinkan bahwa obat telah diminum oleh klien.
•    Berikan reinforcement posistif, bila klien minum obat dengan teratur.
•    Lakukan pencatatan setelah pemberian obat.

Terapi Lingkungan
•    Libatkan klien dan keluarga dalam menyiapkan kamar klien
•    Batasi peralatan rumah tangga yang dapat menimbulkan stimulus bagi klien untuk amuk.
•    Hindarkan barang-barang yang berbahaya seoerti; berang dari kaca, benda tajam
•    Menyiapkan sarana untuk kebersihan diri
•    Ciptakan suasana rumah yang memungkinkan klien menyendiri.

Pendidikan Kesehatan
•    Diskusikan dengan keluarga tentang pengertian keluarga tentang klien dan sikap keluarga terhadap tingkah laku klien yang maladaptif.
•    Diskusikan tentang harapan keluarga pada prilaku maladaptif klien.
•    Diskusikan bersama keluarga tentang pentingnya membesuk klien saat klien dirawat di rumah sakit.
•    Jelaskan pada keluarga tentang permasalahan klien yang timbul saat ini.
•    Diskusikan dengan keluarga dalam membuat perencanaan cara merawat klien apabila klien pulang ke rumah meliputi jadwal kegiatan yang dapat dilakukan oleh klien, seperti memelihara kebersihan diri, merapihkan tempat tidur, dan lain-lain.
•    Anjurkan keluarga untuk memberikan reinforcement positif bila klien melakukan kegiatan
•    Ajarkan keluarga untuk penanganan awal bila timbul keluhan
•    Anjurkan pada keluarga untuk kontrol secara teratur sesuai dengan jadwalnya.

BAB IV
PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN

    Pada pelaksanaan asuhan keperawatan disini kelompok menguraikan tentang pelaksanaan tindakan yang diberikan kepada klien S. Dan untuk lebih jelasnya mohon membacanya pada lampiran makalah ini.

Diagnosa keperawatan 1
Potensial melukai diri sendiri dan orang lain sehubungan dengan halusinasi dengar.
Tujuan
Klien dapat mengontrol halusinasinya.
Tindakan yang telah dilakukan.
Mengadakan kontak yang sering tapi singkat, tiap 20 menit sekali. Mengobservasi tingkah laku verbal dan nonverbal yang berhubungan dengan halusinasi  dengan memperhatikan isi kalimat dan memperhatikan bila klien tiba-tiba tersenyum sendiri atau diam. Menerima halusinasi sebagai hal nyata bagi klien, tetapi tidak nyata bagi perawat. Mengidentifikasi bersama klien tentang faktor pencetus timbulnya halusinasi. Menganjurkan klien untuk lapor pada perawat, pada saat mendengar suara-suara. Melibatkan klien dalam kegiatan ruangan, seperti: merapihkan tempat tidur, mengelap meja dan menyiapkan makanan. Melibatkan klien dalam terapi aktifitas kelompok (TAK), olah raga : senam dan volley.  Bersama klien membuat jadwal kegiatan sehari-hari yang dapat mengontrol halusinasi, seperti: menonton TV dengan teman-teman lainnya, bergabung dengan klien lain, ngobrol atau  bercakap-cakap, melakukan kegiatan hari-hari di ruangan secara rutin, memberikan pujian / reinforcement posistif saat klien mau berbincang-bincang dengan klien lain dan mau menonton TV dengan klien lain.



Evaluasi
Subyektif     •    Klien mengatakan masih mendengar suara-suara hanya pada waktu    malam hari.
•    Klien mengatakan untuk mengatasi suara-suara pada siang hari dengan  melakukan kegiatan seperti; membersihkan kaca, mengepel, menyapu,   bercerita dengan teman serta nonton TV.
Obyektif     Mulut klien tampak komat-kami, Klien kadang tersenyum sendiri.
Analisa     Masalah belum teratasi
Planing
(Tindak lanjut)    Pertahankan rencana keperawatan

Diagnosa keperawatan 2
Isolasi sosial  sehubungan dengan menarik diri
Tujuan
Klien tidak menarik diri dan berinteraksi dengan orang lain
Pelaksanaan Tindakan
Membina hubungan saling percaya antar perawat dan klien : memperkenalkan diri, menyebutkan nama dan tujuan datang, memanggil nama klien sambil tersenyum, mendengarkan respon verbal dan memperhatikan respon nonverbal. Bersikap empati, menepati janji dengan datang tepat waktu untuk menemui klien: melakukan kontak mata dua  kali setiap pertemuan 15 - 20 menit, memberi support agar klien bersedia mengungkapkan perasaannya bila ada sesuatu yang dipikirkan. Menganjurkan klien untuk berkenalan dengan klien lain dengan cara : memperkenalkan diri, berjabat tangan, saling menyebut nama, kontak mata, berhadapan. Memulai melakukan hubungan interpersonal (antara perawat dan klien) dengan cara : mendekati klien, duduk berhadapan, mempertahankan kontak mata, diam, aktif, menunggu respon verbal, dan berinteraksi secara bertahap, mengenalkan klien dengan perawat-perawat (FIK) yang lain. Melibatkan klien dalam kegiatan ruangan: merapihkan tempat tidur, mengelap meja, menyiapkan makanan. Melibatkan klien dalam terapi aktifitas kelompok (TAK), sosialisasi: bermain dan menyanyi.


Evaluasi
Subyektif
    Klien mengatakan masih mau berhubungan dengan klien lain dan   perawat
Obyektif     •    Klien sering berkumpul dengan teman-temannya saat nonton TV,
•    Klien dapat berinteraksi dengan teman-temannya.
•    Klien terlibat dalam kegiatan ruangan seperti menyapu lantai,  mengepel dan membersihkan kaca.
Analisa     Masalah teratasi
Planing
(Tindak lanjut)    Pertahankan rencana keperawatan

Diagnosa Keperawatan 3
Potensial amuk sehubungan  dengan tidak tahu cara mengungkapkan marah yang konstruktif.
Tujuan
Klien dapat mengungkapkan marah yang konstruktif dan tidak amuk.
Pelaksanaan Tindakannya:
Memberikan dorongan kepada klien agar klien mau menceritakan kejadian yang dialami sehingga klien di bawa ke Rumah Sakit Jiwa. Mendiskusikan tentang hal-hal yang menyebabkan klien marah dengan cara : bicara pelan dan jelas, posisi berhadapan, mempertahankan kontak mata, suasana interaksi cukup tenang. bersama klien mengidentifikasi cara marah yang digunakan pada waktu lalu. Mendiskusikan dengan klien tentang cara-cara megungkapkan marah yang konstruktif yaitu tidak menyakiti diri sendiri dan orang lain, seperti: mengungkapkan secara verbal yang dapat diterima oleh orang lain, mengungkapkan marah dengan menyalurkan lewat kegiatan olah raga (sepak bola, volley, tenis meja, dan lain-lain). Menganjurkan klien untuk mencoba menerapkan cara marah yang telah dipelajari dalam berhubungan dengan klien lain selama perawatan.
Evaluasi
Subyektif
    Klien mengatakan akan berusaha untuk mengungkapkan marah seperti yang telah dijelaskan.
Obyektif     Klien tidak pernah marah dan amuk
Analisa     Masalah teratasi
Planing
(Tindak lanjut)    Pertahankan rencana keperawatan

Diagnosa Keperawatan 4
Gangguan perawatan diri sehubungan dengan kurangnya minat
Tujuan
Klien mampu memelihara kebersihan dirnya
Pelaksanaan Tindakan:
Mendiskusikan dengan klien mengenai pengertian kebersihan diri. Arti bersih: tidak kotor, rapih dan tidak berbau. Tanda-tanda bersih : badan tak berbau, kulit bersih, rambut bersih, rapih, mulut dan gigi bersih, kuku pendek dan bersih, baju bersih tidak kusut. Mendiskusikan dengan klien tujuan kebersihan diri : memelihara kesehatan badan, meningkatkan rasa nyaman, mencegah kulit gatal (penyakit gatal). Mendiskusikan cara-cara yang benar tentang mandi, menggosok gigi dan mencuci rambut: mengkaji kemampuan klien tentang mandi, menggosok gigi dan mencuci rambut, menjelaskan manfaat mandi, menggosok gigi, dan mencuci rambut, menjelaskan manfaat penggunaan sabun dan  pasta gigi, menganjurkan klien untuk mandi, menggosok gigi dan mencuci rambut.

Evaluasi
Subyektif
    Klien mengatakan mandi dua kali sehari pagi dan sore, gosok gigi dan memotong kuku jika telah panjang dan kotor.
Obyektif     Klien tampak bersih , baju rapih dan bersih, rambut bersih dan disisir rapih, gigi bersih, kuku pendek dan bersih.
Analisa     Masalah teratasi
Planing
(Tindak lanjut)    Pertahankan rencana keperawatan dengan selalu mengingatkan klien jika tampak tidak rapi dan kotor.

Diagnosa Keperawatan 5
Potensial kambuh sehubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat klien di rumah
Tujuan
Klien tidak kambuh
Pelaksanaan Tindakan
Membina hubungan saling percaya dengan keluarga dengan: cara memperkenalkan diri, berjabat tangan, menjelaskan tujuan kunjungan rumah, mendengarkan  dengan penuh perhatian apa yang diucapkan oleh keluarga dan bersikap empati. Mengakaji persepsi keluarga tentang penyebab perilaku maladaptif klien. Mendiskusikan dengan keluarga tentang pengertian sikap keluarga terhadap tingkah laku klien yang maladaptif. Mendiskusikan dengan keluarga tentang perntingnya keluarga membesuk  dua minggu sekali selama klien dirawat di RSJ Jakarta. Mendiskudsikan tentang support sistem terhadap klien. Mendiskusikan dengan keluarga tentang cara-cara yang tidak tepat terhadap klien seperti; klien tidak boleh melakukan pekerjaan, membiarkan klien menyendiri, dan lain-lain. Bersama keluarga dalam membuat perencanaan cara merawat klien apabila klien pulang ke rumah, mengikuti jadwal yang telah ditentukan serta sesuai dengan kemampuan klien. Menganjurkan keluarga untuk memberikan pujian atau reinforcement bila klien melakukan kegiatan yang baik. Menjelaskan tentang kotrol yang teratur. Mendiskusikan tentang pemberian obat yang benar serta mengobservasi efek samping obat.

Evaluasi
Subyektif
    •    Keluarga mengatakan akan berusaha menerapkan apa yang didiskusikan bersama jika klien sudah pulang ke rumah.
•    Keluarga juga akan mengunjungi klien dua minggu sekali secara teratur.
Obyektif     •    Keluarga tampak mengerti apa yang telah dijelaskan oleh perawat.
•    Keluarga mengunjungi klien di rumah sakit.
Analisa     Masalah teratasi
Planing
(Tindak lanjut)    Pertahankan rencana keperawatan dengan selalu mengingatkan klien jika keluarganya akan datang ke rumah sakit.

PEMBAHASAN

    Dalam bab pembahasan ini akan diuraikan sejauh mana keberhasilan tindakan keperawatan secara teoritis yang telah diaplikasikan terhadap klien S. Proses terjadinya halusinasi dengar pada klien S. sejalan dengan fase-fase atau tahap-tahap dalam teori halusinasi, yaitu dimulai dengan klien sering menyendiri, melamun, pemikiran internal menjadi lebih menonjol seperti gambaran suara dan sensasi, klien berada pada tingkat listening disusul dengan halusinasi lebih menonjol. Klien menjadi lebih terbiasa dan tidak berdaya pada halusinasi, dimana halusinasi memberikan kesenangan dan rasa aman sementara, dan ahhirnya halusinasi berubah menjadi mengancam.
    Adapun tindakan keperawatan pada klien halusinasi dengar salah satunya adalah tidak menyangkal dan tidak mendukung. Setelah diaplikasikan pada klien S ternyata teori tersebut dapat diterima oleh klien. Klien dapat menerima realita bahwa suara-suara tersebut hanya didengar oleh klien, sedangkan orang lain tidak mendengar. Dalam teori tindakan halusinasi dengar harus dilakukan kontak yang sering dan singkat dengan tujuan untuk memutuskan stimulus interna, setelah diaplikasikan pada klien S, ternyata kontak sering dan singkat setiap 20 menit selama 3-5 menit klien mengeluh merasa capek kemudian kami lakukan modifikasi dengan melakukan kontak setiap 1 jam selama 10 menit, dan hasilnya lebih baik. Stimulasi internal dapat terputus dan klien tidak merasa kelelahan. Disamping melalui kontak yang sering dan singkat, didukung juga oleh kegiatan yang dilakukan secara rutin di ruangan dengan melibatkan klien dalam pembuatan jadwal kegiatan sehari-hari. Hasil akhir halusinasi dengar klien S yang semula didengar pada pagi, siang, sore dan malam hari, sekarang hanya didengar pada malam hari ketika menjelang tidur.
    Terapi aktifitas kelompok: sosialisasi dan gerak (senam dan bermain volley) yang telah dilakukan pada klien S, sangat membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi klien, terutama pada masalah menarik diri dan halusinasi dengar. Melalui kegiatan terapi aktifitas kelompok (TAK) tersebut klien mampu berhubungan dengan orang lain dan mampu memutuskan stimulus internal.
    Didalam menyelesaikan masalah klien tentang tidak tahu cara mengungkapkan marah yang konstruktif, kelompok menerapkan konsep cara mengungkapkan marah yang konstruktif yaitu mendorong klien untuk mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan klien marah, cara-cara mengekspresikan marah yang dilakukan selama ini, berdiskusi dengan klien tentang cara mengungkapkan marah yang destruktif dan konstruktif. Setelah tiga kali pertemuan, hal ini dapat membantu klien dalam mengekspresikan marah secara konstruktif. Klien juga dapat mengerti tanda-tanda marah dalam dirinya, klien dapat mendemostrasikan cara mengungkapkan marah yang konstruktif.
    Pada klien dengan halusinasi dengar, muncul masalah gangguan kebersihan diri. Tetapi dengan tindakan yang selalu mengingatkan klien atau membuat jadwal kegiatan yang teratur membantu klien untuk memelihara kebersihan dirinya.
    Dari lima diagnosa keperawatan yang ditemukan pada klien S. (satu diagnosa keperawatan pada keluarga) yang dapat terselesaikan ada tiga diagnosa keperawatan, yaitu masalah tentang menarik diri, tidak tahu cara mengungkapkan marah secara konstruktif dan gangguan kebersihan diri.

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

    Setelah membandingkan teori dan pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien S dengan halusinasi dengar, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.    Dengan melakukan kontak yang sering dan singkat disertai dengan tidak mendukung dan tidak menyangkal apa yang diungkapkan klien dapat membantu memutuskan siklus halusinasi klien dan mempercepat orientasi klien pada realita.
2.    Terapi akitifitas kelompok : sosialisasi dan gerak merupakan bentuk terapi kelompok yang dapat membantu menyelesaikan masalah halusinasi dengar dan menarik diri.
3.    Cara mengungkapkan marah yang kostruktif sangat diperlukan pada klien halusinasi dengar, khususnya isi halusinasinya bersifat menyuruh, mengejek dan mengancam.

    Dari kesimpulan di atas dapat kami memberikan beberapa saran sebagai berikut :
1.    Dalam memberikan asuhan keperawatan klien dengan halusinasi dengar, hendaknya dilakukan kontak yang sering dan singkat  dengan memodifikasinya berdasarkan kemampuan dan kebutuhan klien. Selain itu tidak mendukung dan tidak menyangkal isi halusinasinya.
2.    Terapi aktifitas kelompok (TAK) hendaknya dilakukan secara rutin dan teratur karena merupakan sustu terapi yang dapat mempercepat proses penyembuhan. (dapat memutuskan stimulus internal klien dengan memberikan stimulus eksternal).
3.    Klien dengan halusinasi dengar hendaknya diajarkan cara-cara marah yang konstruktif, terutama bila isi halusinasinya bersifat menyuruh, mengejek dan mengancam agar tidak membahayakan diri sendiri, orang lain atau lingkungan.

    DAFTAR  KEPUSTAKAAN

Fortinash, K.M. dan Worrest, H.A.P. (1991).  Psychiatric Nursing Care Plans, St. Louis: Mosby Year Book.

Kumpulan Kuliah : Mata Ajaran Keperawatan Jiwa Dalam Konteks Keluarga. Disajikan di Fakultas Ilmu Keperawatan -Universitas Indonesia, Jakarta: tidak dipublikasikan, 1997.

Rawlins, R.P, dan Heacock, P.E. (1993). Clinical Mannual of Psychiatric Nursing. St. Louis: Mosby Year Book.

Stuart, G.W, dan Sundeen, S.J. (1991). Principles and Practice of Psychiatric Nursing, 4 th ed. St. Louis: Mosby Year Book.

ANALISA DATA
KLASIFIKASI  DATA    MASALAH
Data Subyektif:
Klien mengatakan :
•    Sering tiduran diu tempat tidur dan jarang berbicara dengan klien lain atau perawat.
•    Bila berinteraksi klien lebih suka diam dan mendengar pembicaraan.
•    Jarang membicarakan masalahnya dengan orang lain
•    Kalau sembuh mau ngapain ijasah saya hanya SD
Data Obyektif:
•    Klien sering tiduran, bengong di tempat tidur, melamun
•    Klien sering tampak putus asa.   

Gangguan hubungan sosial : menarik diri

Data Subyektif :
Klien mengatakan :
•    Sering mendengar suara-suara, terutama kalau sedang melamun, bengong dan menjelang tidur.
•    Saya dibawa ke rumah sakit karena saya membanting gelas, piring, barang-barang lainnya karena disuruh oleh roh halus.
•    Bolehkah berteman dengan roh halus karena ia yang sering mengajak saya berbicara.
Data Obyektif:
•    Klien tampak mendengarkan sesuatu bila tiduran di tempat tidur
•    Klien sering tersenyum sendiri, mulut komat-kamit   

Potensial melukai diri sendiri dan orang lain.
Data Subyektif:
Klien mengatakan :
•    Dibawah ke rumah sakit karena di rumah kliem membanting piring, gelas dan barang lain.
•    Jika kesal atau marah suka berdiam diri dalam kamar
•    Klien tidak mengetahui cara mengatasinya   
Potensial marah yang destruktif
Data Subyektif:
Klien mengatakan :
•    Klien mandi sekali sehari, kadang-kadang dua hari sekali, mencuci rambut seminggu sekali.
•    Malas untuk mandi, mencuci rambut, memotong kuku, menggosok gigi.
Data Obyektif:
•    Kulit agak kotor
•    Rambut kotor ,tidak disisir
•    Gigi kotor
•    Pakaian kusut
•    Kuku panjang dan hitam
•    Klien banyak tiduran di  tempat tidur
•    Jarang melakukan aktifitas termasuk   
Gangguan kebersihan diri.

Rabu, 06 Februari 2013

Asuhan Keperawatan Jiwa



ASKEP JIWA DENGAN PERILAKU KEKERASAN (PK)
PASIEN DENGAN PERILAKU KEKERASAN




1.      Pengertian Perilaku Kekerasan         
  `Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif. (Stuart dan Sundeen, 1995).
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, 1993).

2.      Tanda dan Gejala :
  1. Muka merah
  2. Pandangan tajam
  3. Otot tegang
  4. Nada suara tinggi
  5. Berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak
  6. Memukul jika tidak senang
3.      Penyebab perilaku kekerasan

Perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
Frustasi, seseorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan/keinginan yang diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan cemas. Jika ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa mengendalikan orang lain dan keadaan sekitarnya misalnya dengan kekerasan.

            Hilangnya harga diri ; pada dasarnya manusia itu mempunyai kebutuhan yang sama untuk dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya individu tersebut mungkin akan merasa rendah diri, tidak berani bertindak, lekas tersinggung, lekas marah, dan sebagainya.

Tanda dan gejala :
  1. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap penyakit (rambut botak karena terapi)
  2. Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri)
  3. Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
  4. Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
  5. Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya. (Budiana Keliat, 1999)
4.      Akibat dari Perilaku kekerasan

Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.

Tanda dan Gejala :
  • Memperlihatkan permusuhan
  • Mendekati orang lain dengan ancaman
  • Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
  • Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
  • Mempunyai rencana untuk melukai






ASUHAN KEPERAWATAN PRILAKU KEKERASAN



1.Pengkajian 

 a. Aspek biologis
  • Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi, muka merah, pupil melebar, pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.
 b, Aspek emosional
  • Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, frustasi, dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan menuntut.
 c. Aspek intelektual
  • Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses intelektual, peran panca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai suatu pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah, mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses, diklarifikasi, dan diintegrasikan.
d. Aspek sosial
  • Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan. Emosi marah sering merangsang kemarahan orang lain. Klien seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan.
 e. Aspek spiritual
  • Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa.
 2.Diagnosa Keperawatan

 1.Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan/ amuk.

 a. Data subjektif
  • Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin membunuh, ingin membakar atau mengacak-acak lingkungannya.
 b. Data objektif
  • Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya.
 2. Perilaku kekerasan / amuk dengan gangguan harga diri: harga diri rendah.

 a. Data Subjektif :
  • Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
  • Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
  • Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
b. Data Objektif
  • Mata merah, wajah agak merah.
  • Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
  • Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
  • Merusak dan melempar barang barang.
 3. Intervensi Keperawatan

1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan/ amuk

Tujuan Umum :
  • Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya
Tujuan Khusus :

  • . Klien dapat membina hubungan saling percaya.

Tindakan :
  1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
  2. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
  3. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
  4. Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat.
  5. Beri rasa aman dan sikap empati.
  6. Lakukan kontak singkat tapi sering.
a. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.

Tindakan :
  1. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
  2. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
  3. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan sikap tenang
 b.Klien dapat mengidentifikasi tanda tanda perilaku kekerasan
 Tindakan :
  1. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel/kesal.
  2. Observasi tanda perilaku kekerasan.
  3. Simpulkan bersama klien tanda tanda jengkel / kesal yang dialami klien.
c. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.

 Tindakan:
  1. Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
  2. Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
  3. Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai
 d.Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.

 Tindakan:
  1. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
  2. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
  3. Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
  e. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap kemarahan.

Tindakan :
  1. Tanyakan kepada klien apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat
  2. Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
  3. Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.
  • Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal, berolah raga, memukul bantal / kasur atau pekerjaan yang memerlukan tenaga.
  • Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal/ tersinggung.
  • Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara – cara marah yang sehat, latihan asertif, latihan manajemen perilaku kekerasan.
  • Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk diberi kesabaran.
f.Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.

Tindakan:
  1. Bantu memilih cara yang paling tepat.
  2. Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
  3. Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
  4. Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam simulasi.
  5. Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel / marah.
g. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan

Tindakan :
  1. Identifikasi kemampuan keluarga merawat klien dari sikap apa yang telah dilakukan keluarga selama ini.
  2. Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.
  3. Jelaskan cara – cara merawat klien
 h. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).

Tindakan:
  1. Jelaskan jenis – jenis obat yang diminum klien pada klien dan keluarga.
  2. Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa seizin dokter.
  3. Jelaskan prinsip 5 benar minum obat (nama klien, obat, dosis, cara dan waktu).
  4. Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.
  5. Anjurkan klien melaporkan pada perawat / dokter jika merasakan efek yang tidak menyenangkan.
  6. Beri pujian jika klien minum obat dengan benar.
2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan konsep diri : harga diri rendah

a. Tujuan Umum :
  • Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal
b. Tujuan khusus :
  • Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan :
  • Bina hubungan saling percaya,
  • Beri kesempatan pada klien mengungkapkan perasaannya.
  • Sediakan waktu untuk mendengarkan klien.
  • Katakan kepada klien bahwa ia adalah seseorang yang berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.

Tindakan :
  • Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
  • Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negatif
  • Utamakan memberi pujian yang realistis.
3. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.

Tindakan :
  • Diskusikan bersama klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit
  • Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah.
4. Klien dapat menetapkan/ merencanakan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki.

Tindakan :
  • Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan ( mandiri, bantuan sebagian, bantuan total ).
  • Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
  • Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuannya

Tindakan :
  • Beri kesempatan klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
  • Beri pujian atas keberhasilan klien.
  • Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.

Tindakan :
  • Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah.
  • Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.
  • Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
  • Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
DAFTAR PUSTAKA
  1. Stuart GW, Sundeen, Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.). St.Louis Mosby Year Book, 1995
  2. Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
  3. Keliat Budi Ana, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
  4. Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo, 2003
  5. Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP Bandung, 2000